KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.36085/jpk.v2i2.1177Keywords:
interpretasi, uji coba tujuh hari, praperadilanAbstract
ABSTRAK
Sidang praperadilan dilakukan dengan cepat dan berita acara serta putusan praperadilan dibuat seperti pemeriksaan singkat dan dipimpin oleh seorang hakim tunggal. Tujuh hari merupakan ketentuan yang diamanatkan KUHAP untuk pelaksanaan rangkaian praperadilan yang cepat dan sederhana, mulai dari pemeriksaan perkara. Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 78 / PUU-XI / 2013 menegaskan bahwa proses praperadilan paling lambat tujuh hari untuk memberikan kepastian hukum, terutama bagi pemohon yang merasa haknya dirugikan. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yaitu sebagai upaya pendekatan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan dilapangan, karena dalam penelitian ini peneliti segera melakukan penelitian di lokasi atau lapangan penelitian yaitu tempat yang diteliti untuk memberikan gambaran yang lengkap dan jelas tentang masalah yang diteliti. Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah disiapkan. Hasil dari penelitian ini adalah interpretasi hakim terkait sidang praperadilan selama tujuh hari antara hari kerja dan hari kalender dalam beberapa kasus dan relevansinya dengan kode etik hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang bervariasi. Hal ini karena masih adanya penafsiran hakim yang tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP sehingga masih ada hakim yang memutuskan perkara praperadilan melebihi 7 hari kerja. Pemenuhan hak pemohon dengan interpretasi terkait sidang praperadilan tujuh hari antara hari kerja dan hari kalender di Pengadilan Negeri Pekanbaru masih memuat beberapa perkara yang menunjukkan terpenuhinya hak pemohon sesuai dengan ketentuan di dalam KUHAP. Dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP paling lambat tujuh hari hakim harus sudah mengambil putusan, padahal masih ada beberapa perkara yang putusan hakimnya dijatuhkan lebih dari 7 hari.
Kata kunci: interpretasi; uji coba tujuh hari; praperadilan
ABSTRACT
The pretrial hearing is conducted quickly and the minutes and pretrial decisions are made like a brief examination and are chaired by a single judge. Seven days is a provision mandated by the Criminal Procedure Code for the implementation of a quick and simple pre-trial series, starting from the commencement of the examination. The Constitutional Court through decision number 78 / PUU-XI / 2013 asserted that at the latest seven days the pretrial process is to provide legal certainty, especially for applicants who feel their rights are harmed. This type of research is empirical juridical research that is as an effort to approach the problem under study with the nature of law that is real or in accordance with the reality in the field, because in this study, researchers immediately conduct research on the location or place under study to provide a complete and clear picture about the problem under study. The nature of this research is descriptive. This study uses secondary data, namely data that has been prepared. The results of this study are the interpretation of judges related to the seven-day pretrial hearing between workdays and calendar days in some cases and their relevance to the judge's code of ethics in the Pekanbaru District Court varies. There are still interpretations of judges who are not in accordance with the provisions of the KUHAP so that there are still judges who decide that pretrial cases exceed 7 working days. Fulfillment of the right of the applicant with a related interpretation of the seven-day pretrial hearing between the working day and calendar day in the Pekanbaru District Court still contains several cases that indicate the fulfillment of the right of the applicant in accordance with the provisions in the Criminal Procedure Code. In Article 82 paragraph (1) letter c KUHAP no later than seven days the judge must have made a decision, while there are still a number of cases where the judge's decision is imposed more than 7 days.
Keywords: interpretation; seven days trial; pretrial
References
Buku
Depsos RI, 2004, Anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, Pengertian Anak dalam Undang–Undang, Jakarta.
El-Sulthani, Mawardi Labay, 2004, Tegakkan Keadilan, Prima, Jakarta.
Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, 2008, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta.
Mansur, Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rasjidi, Lili dan B. Arief Sidharta, 2004, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Suseno, Franz Magnis, 2004, Etika Politik Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan Modern, PT. Gramedia Utama, Jakarta.
Yulia, Rena, 2010, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Jurnal
Aryani, Nyoman Mas, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual dI Provinsi Bali, E-Journal Bagian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Vol. 38 No. 1.
Wahyuningsih, Sri Endah, 2016, Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Positif Saat Ini, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume III No. 2.
Wisman, Zul dan Emilda Firdaus, 2017, Perlindungan Terhadap Anak dari Kekerasan Menurut Budaya Melayu di Provinsi Riau, Riau Law Journal, Vol 1 No. 1, Diakses dari scholar.google.co.id>citations pada Tanggal 13 Mei 2019.
Zulfa Eva Achjani, 2009, Keadilan Restoratif di Indonesia: Studi tentang Kemungkinan Penerapan Pendekatan Keadilan Restoratif dalam Praktek Penegakkan Hukum Pidana, Disertasi FH UI, Depok.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).